Catatan Kecil Seorang Mahasiswa Teknik
Di sebuah ruangan dengan ukuran kurang lebih 8×8 meter persegi, di temani lampu-lampu cantik yang kian bersinar, sebuah proyektor canggih yang memanjakan tiap pasang mata yang memandangnya, sepasang pendingin ruangan yang tiada henti menemani mereka, kursi-kursi dan sebuah papan tulis putih yang selalu terpajang di depan mereka. Di tempat inilah sekarang pemuda-pemuda dalam hal ini mahasiswa menghabiskan waktunya pagi sore hingga malam duduk nyaman untuk mendapatkan sebuah lembar legalitas sarjana. Betapa pun pentingnya sebuah legalitas dari selembar kertas gelar sarjana saat ini, tetapi ada sebuah keprihatinan yang sungguh mendalam dengan keberadaan pemuda saat ini.
Kampus seharusnya menghasilkan orang-orang yang cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual. Tetapi sekarang hal itu hanya sebuah isapan jempol belaka. Kebanyakan output dari sebuah kampus saat ini adalah orang-orang yang hanya cerdas secara intelektual tetapi tidak cerdas secara emosional dan spiritual. Dan hasilnya adalah orang-orang yang individualis, hedonis dan egois untuk dirinya sendiri.
Mahasiswa kebanyakan dari mereka sekarang hanya disibukkan dengan gonta ganti handphone-handphone mereka yang canggih, musik, jejaring sosial dan study oriented yang membuat mereka semakin individualistis untuk mendapatkan selembar legalitas dari kampus. Hal ini pun tidak lain juga merupakan efek dari kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) pada masa orde baru. Tidak bisa kita pungkiri bahwa NKK/BKK ini adalah sebuah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahasiswaan, apalagi dengan di pecah-pecahnya mahasiswa hanya dalam disiplin ilmu mereka masing-masing. Disusul dengan kebijakan sistem kredit semester (SKS), sehingga mahasiswa di giring menjadi insan akademis yang hanya berkutat dengan pelajaran dan berlomba menyelesaikan kuliah.
Sadar ataupun tidak sadar, perlu kita ketahui pada saat ini NKK/BKK jilid 2 telah ada di tengah-tengah kita. Dengan adanya sistem SKS, pemecahan organisasi mahasiswa ke dalam disiplin ilmu mereka masing-masing dan sebagainya. Hal ini yang akhirnya membuat mahasiswa menjadi semakin tidak peduli dengan kondisi lingkungannya (bangsa dan negaranya), dan kuliah hanya sekadar mendapatkan sebuah ijazah dari kampus, sungguh ironis.
Berangkat dari sebuah keprihatinan yang kian memuncak, mau tidak mau kita harus mengembalikan pemuda kembali ke dalam jalurnya. Membangkitkan semangat dalam bersikap kritis, memindahkan generasi ke generasi, mengganti suatu generasi, memperbaharui moralitas bangsa dan agen perubahan adalah peran vital seorang pemuda.
Keberadaan pemuda dalam kehidupan kemanusiaan sangatlah penting, karena sangat potensial dalam mewarnai perjalanan sejarah suatu bangsa. Pemuda adalah calon pemimpin masa depan. Merekalah yang akan merubah bangsa ini menjadi baik atau sebaliknya. Jika di arahkan secara baik, jiwanya tidak ternoda oleh lumpur kemalasan dan terjaga semangatnya serta kesucian fitrahnya, maka ia akan menjadi motor penggerak utama kesucian dan perbaikan.
Maka beruntunglah orang-orang yang kemudian pada hari ini tersadar dan bangkit untuk terus memperbarui semangatnya dalam melakukan perbaikan-perbaikan untuk dirinya dan bangsanya, tidak tidur terlelap dalam kegelimangan kehidupan.
Karena yang kita butuhkan saat ini adalah orang-orang biasa yang melakukan kerja-kerja besar, bukan orang-orang yang tampak besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil. Apapun yang terjadi kemarin, hari ini, esok dan yang akan datang, pastikan bahwa dirimu ada dalam barisan panji-panji kokoh yang selalu menggetarkan angkasa raya. Sebagai penutup, “Kesejatian seorang pemuda bukanlah pada apa yang mereka pikirkan atau percayai, melainkan apa yang mereka lakukan untuk bangsa dan dunia ini”. Bergerak lebih baik atau diam tanpa asa.